Sabtu, 27 Oktober 2012

Mr bond

Novel Kehidupan

”Saya kok curiga…,” tanpa hujan dan angin, tiba-tiba Mr Bond menyodorkan topik  di tengah kerumunan guru yang sedang menikmati makan siang di kantin.
”Sampeyan gak boleh su’udzon seperti itu. Agama kan sudah mengajarkan kepada kita supaya menjauhi prasangka,” kata Pak Agama yang baru saja menggelontor tenggorokannya dengan teh hangat.
”Curiga nggak sama dengan su’dzon, pak,” sergah Mr Bond.  ”Kalau curiga,membawa dampak sikap kepada kita untuk waspada, sedangkan su’udzon lebih dekat dengan justifikasi memberi stempel jelek atau buruk.”
”Hallaaah……., beda bahasa tapi intinya sama,” kata Pak Agama menepis argumentasi MrBond.
”Mr Bond curiga sama siapa kok harus mewaspadai segala?” tanya Bu Matematika kepada Pak Agama.
”Nggak tahu!” jawab Pak Agama.”Sampeyan tanya sendiri aja ke orangnya.”
”Sampeyan ini memang aneh. Wong nggak tahu persoalannya kok nyahut saja,” kata Bu Matematika sewot.

”Lho…..aku cuma ngasih tahu Mr Bond supaya tidak mudah curiga atau su’udzon. Soal siapa yang dicurigai, itu bukan urusan saya,” kata Pak Agama enteng.
”Saya tadi juga mengira Pak Agama paham dengan yang dimaksud Mr Bond. Ee…..ternyata Jaka Sembung makan gelas too….,” sahut Bu Bahasa Indonesia.
”Apa itu?” tanya Pak Agama penasaran.
”Nggak nyambung blas!” jawab Bu Bahasa Indonesia sambil tersenyum.
Merasa tidak ada gunanya melanjutkan perbincangan dengan Pak Agama, Bu Matematika kemudian mengalihkan pandangan ke Mr Bond yang ada di seberang meja, dan bertanya, ”Siapa yang sampeyan curigai?”
”Saya curiga sama Novel Baswedan, jangan-jangan dia memang bersalah. Kalau nggak bersalah, kenapa takut atau tidak mau ditangkap rekannya sesama polisi dari Polda Bengkulu? Kita kan hidup di negara hukum sehingga salah dan tidaknya seseorang hanya bisa diputuskan di pengadilan, ” Mr Bond akhirnya menerangkan sosok yang dicurigai.
”Persoalannya tidak sesederhana itu,” kali ini Pak PKn yang andil bicara. ”Kalau Novel Baswedan ditangkap, beberapa kasus yang ditangani bakal tidak akan tuntas. Selain itu, setelah Novel bakal ada polisi lain di KPK yang akan menyusul ditangkap. Mana ada sih polisi yang tidak bersalah saat bertugas? Kalau kita sering membaca di media atau nonton tivi, tersangka ditembak karena mencoba melarikan diri, apa betul seperti itu peristiwa sesungguhnya?”
”Namanya juga politik, pak,” celetuk Bu Bahasa Indonesia.
”Padahal itu mestinya kasus hukum, bukan politik,” tutur Pak PKn.
”Meskipun kasus hukum, kalau menyangkut jenderal, berarti masuk ranah kekuasaan. Dan yang namanya kekuasaan ekuivalen dengan politik,” kata Bu Bahasa Indonesia.
”Yang sulit justru sekarang para orangtua,” ujar Pak Agama.
”Kenapa sulit pak?” tanya Pak PKn.
”Bagaimana menerangkan kepada anak-anak yang disuguhi berita seperti itu? Siapa pahlawan dan siapa pecundang. Terlebih hal ini menyangkut institusi penegak hukum yang di mata anak-anak seharusnya menjadi pahlawan bukan pecundang,” papar Pak Agama.
”Kalau saya pikir-pikir, Novel Baswedan saat ini sedang menyuguhkan novel kehidupan. Tokoh putih dan hitam yang disebut Pak Agama dengan istilah pahlawan dan pecundang diserahkan kepada kita. Kalau kita berasal dari keluarga institusi polisi yang akan menangkap Novel, pasti menyebut Novellah sang pecundang,” analisis Bu Bahasa Indonesia.
”Persoalannya kita kan bukan keluarga institusi polisi seperti yang sampeyan maksud. Apa itu berarti kita menyebut Novel yang pahlawan?” pancing Pak PKn.
”Kita kan baru membuka lembar-lembar awal novelnya pak?” kelit Bu Bahasa Indonesia seraya melanjutkan, ”Namanya juga novel kehidupan, suatu saat pasti akan ketahuan siapa pahlawan dan siapa pecundang

0 komentar: